Siang yang terik itu, Lian memulai pembicaraan dengan Rhie, cowok yang selama dua bulan terakhir ini mengisi hari-harinya.
“ Kenapa akhir-akhir ini kamu berubah? Kenapa kamu juga cuek terhadapku? Apakah sudah tak ada lagi rasa sayang di hatimu untukku? ” ucap Lian dengan tatapan takut. Takut akan jawaban yang mungkin akan keluar dari mulut Rhie.
Detik silih berganti, hening dan sunyi di ruang kelas F siang itu. Tak ada jawaban dari mulut Rhie, yang ada hanya tatapan kosong yang terpancar dari matanya. Tak sabar menunggu, Lian melontarkan pertanyaan keduanya. “ Jika memang rasa itu sudah tak ada lagi untukku, lebih baik kita akhiri hubungan ini. Kita putus ” tegas Lian mengatakannya.
“ Ya,…..itu yang terbaik untuk kita berdua “ tanpa ekspresi Rhie melontarkan sederet kalimat yang sangat menyakitkan bagi Lian.
“ Baik, kita putus “ jawab Lian sambil berlari pergi. “Ah, mengapa aku menyukai cowok macam dia? Beruntung aku segera memutuskannya “ keluh Lian. Air mata mengalir di pipi gadis manis itu.
“ Ternyata dikhianati orang yang sangat dicintai itu begitu menyakitkan! Melebihi luka ya, Diary “ Kalimat terakhir Lian di diary kesayangannya malam itu. Setelah didapatinya fakta bahwa pengkhianatanlah yang menyebabkan sikap Rhie padanya berubah.
Setelah itu, hubungan Rhie dan Lian menjadi buruk. Tanpa bertegur sapa, bertukar senyum bahkan untuk berbicara. Meski hari-hari dijalani Lian dengan senyuman, tapi tak ada yang tahu bahwa luka yang menyayat hatinya begitu menyiksanya. Sehingga buatnya jera menjalin hubungan dengan siapapun lagi.
Meski seberusahanya Lian melupakan Rhie, tetap saja hati dan pikirannya itu tak bisa lepas dari Rhie. Lian berharap Rhie kembali padanya, meski dia tahu harapannya adalah harapan yang kosong.
Tiga bulan setelah pembicaraan Lian dan Rhie siang itu.
“ Yan bagaimana pendapatmu tentang sebuah hubungan yang ingin dijalin kembali oleh seorang cowok, namun cewek yang disukainya dan pernah dilukainya takut menjalin hubungan kembali, meski rasa di hatinya untuk cowok itu belum berubah? ” lontar Aya, sahabat karib Lian, sore itu saat mereka lagi JJS.
“ Menurutku lebih baik mereka mengutarakan perasaan mereka ndiri-ndiri. Jika mereka masih saling mencintai, pasti bisa terjalin hubungan lagi yang lebih baik “ jawab Lian serius. “ Memang kenapa kamu tanya pendapatku? “ lanjutnya lagi.
“ Itu pendapatmu ya? OK deh! “ jawab Aya sambil berlalu. Lian hanya terbengong mendengar perkataan sahabatnya itu.
Persahabatan yang mendekatkan Lian dan Rhie ternyata menumbuhkan harapan di hati Lian. Harapan yang mulai bersketsa tak lagi kosong.
Hingga pada suatu malam, di rumah Lian, Rhie mengutarakan perasaannya yang tulus dan mengajak Lian untuk menjalin hubungan kembali dengannya yang kedua kali.
“ Maukah kamu kembali padaku? Menjadi cewekku dengan melupakan masa lalu tanpa mengulangnya lagi? “ ucap Rhie terbata.
“ Aku nggak bisa menjawabnya “ jawab Lian dengan mata menerawang. “ Aku butuh waktu “ lanjutnya.
Mereka terdiam membisu. Hening dan sepi. “ Tapi aku butuh jawaban sekarang!“ lirih Rhie melontarkan kalimatnya itu. Tapi Lian masih bisa mendengarnya dengan jelas. “ Aku mau….. Kita mulai dari awal tanpa mengingat dan mengulang masa lalu “ putus Lian akhirnya. “ Terima kasih “ ucap Rhie dengan mata berbinar tak percaya.
“ Ku takkan pernah meninggalkanmu lagi biar hanya sekejap saja atau hanya sekedar mimpi dan khayalan. Karna ku sangat menyayangimu. Ku juga takkan pernah melepaskanmu lagi karma ku takkan pernah rela melihatmu dengan yang lain. Maka percayalah padaku “ tutur Rhie.
“ Sama. Aku juga “ singkat Lian menjawabnya. “ Berjanjilah padaku, dan bintang-bintang ini jadi saksinya “ lanjut Rhie. “ Ya, aku berjanji “ jawab Lian mengakhiri pembicaraan mereka malam itu.
Cinta putih yang terlahir dari pengkhianatan dan harapan kosong telah menyatukan mereka.
Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, dan kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya. White Love…..
By: Rhie’s Lover
No comments:
Post a Comment